Senin, 23 Januari 2017

6. TerKonyol : “Tiket Saya Hilang, Pak Polisi !”



             Aku pernah satu kali harus berurusan dengan polisi di Osaka. Apa pasal? Begini ceritanya: Jadi suatu pagi, ketika mau berangkat ke kampus, aku panik mendapati Teikiken-ku tidak ada. Aku cari kemana-mana di sudut-sudut kamar tidak ketemu. Aku ingat-ingat, terakhir kali kugunakan adalah kemarin harinya, saat aku pulang dari kampus. Maka kesimpulannya, teikiken-ku itu pasti jatuh di stasiun atau di jalan menuju asrama sepulang kuliah. Mengingat saat itu masih awal bulan dan teikiken itu baru diperbaharui, sayang sekali kalau sampai hilang. Dan ini Jepang, hey ! Menurut orang-orang, di Jepang mah handphone dan dompet penuh duit yang ketinggalan atau jatuh aja bisa kembali dengan utuh, apalagi cuma kartu bulanan kereta mahasiswa milikku? Pasti bakal ketemu kalau dicari ! Aku optimis.
            Jadi aku bertanya ke petugas yang berjaga di stasiun Takayasu, stasiun kereta terdekat dari asramaku yang biasa kugunakan sehari-hari. Setelah kroscek, cek dan ricek lalu kabar-kabari (Eh, kok jadi deretan acara gossip?! wkwk) ke sesama petugas di stasiun lain via telepon, si petugas stasiun itu bilang padaku belum ada laporan penemuan tiket kereta bulanan atas namaku sepanjang kemarin sampai pagi ini, jadi kemungkinan aku menjatuhkannya setelah keluar dari stasiun. Maka dengan galau, celingukan aku kembali menyusuri jalan dari stasiun sampai asrama yang kulewati tiap harinya. Nihil. Sampai terpikir apa mungkin teikiken-ku jatuh kemudian ketendang orang nyebur ke kali yang mengalir sepanjang jalan menuju asrama~? Tapi rasanya asumsi itu terlalu ngawur, siapa juga yang kurang kerjaan nendang-nendang tiket kereta di dalam case berwarna oranye ngejreng gitu coba? Huft.
            Pokoknya galau, itu teikiken meskipun diskonan mahasiswa, harganya hampir satu juta rupiah! Apalah diri ini hanya mahasiswa rantau tanpa kerja sambilan yang kudu hemat, jadi gimana pun harus ketemu ! Gak rela kalo sampai hilang ! Maka ditengah kegamangan hati #duhh serta kepanikan yang melanda, aku memberanikan diri untuk lapor ke polisi ! Aku memutuskan untuk bolos di mata kuliah pertama hari itu, dan memilih mampir ke Kouban di sebelah stasiun Takayasu. Biasanya aku kalau mampir ke kantor polisi cuma buat sekedar nanya jalan, kali ini bawa laporan kasus kehilangan.
      Dua orang polisi, satu masih muda, satu lagi bapak-bapak setengah baya yang bertugas di pos polisi kecil itu menyambut ramah kedatanganku. Di tangan mereka sudah siap papan penuh gambar dan spidol, serta buku untuk membantu deskripsi kalau-kalau alien, (red: makhluk asing) yang datang ke kantornya ini tak bisa bahasa Jepang. Sasugaa~ sigap sekali mereka. Aku langsung curhat kehilangan tiket bulanan kereta. Mengetahuiku tak punya masalah soal bahasa, mereka kemudian mulai “menginterograsi”. Aku diminta mengisi form laporan kehilangan, dan menjelaskan secara detail bentuk teikiken itu. Aku juga ditanya soal kronologis sejak aku pulang kuliah sampai tersadar benda itu hilang pagi ini. Mereka pun segera bergerak cepat menghubungi pusat penemuan barang hilang, dan berbagai tindakan yang perlu untuk memastikan tiketku akan segera ketemu. Terpercaya dan bisa diandalkan sekali ! pikirku.
Teikiken : Tiket Bulanan Kereta
      Saat masih melihat dua orang polisi itu bekerja mencari tiketku itulah, entah dari mana selintas teringat dibenakku bahwa kemarin ada mata kuliah olahraga, aku memakai celana training, dan ada kemungkinan besar aku -tanpa sadar- menaruh teikiken di kantor celana training itu ! ASTAGAA~ Seketika aku ingat belum memeriksa celana trainingku karena kemarin langsung kumasukkan ke mesin cuci. Ditengah rasa bersalah pada Pak Polisi yang shikkari membantu mencari barangku yang “hilang” itu, aku memutar otak bagaimana caranya agar bisa menuntaskan laporan ini tanpa membeberkan fakta bodoh yang sebenarnya terjadi di sini.
      Maka untuk melepaskan diri dari situasi itu, aku menyalakan nada alarm di handphone dan berpura-pura mendapat panggilan dari seorang teman. Aku terpaksa beracting, bicara sendiri di handphone dalam bahasa Indonesia dan berpura-pura lega tiketku telah ketemu. “Maaf Pak Polisi, tiketku sudah ketemu. Teman asramaku menemukannya tadi malam di depan asrama kami dan pagi ini lupa memberitahuku” Wkwkwk. Alasan yang agak payah kulontarkan setelah aku menyudahi panggilan fiktif tadi.
      Haa Yokatta.. Yokattaa desunee.. Jya, kono houkoku wa nashi ni shimasune~!” ** sambut mereka sumringah penuh kelegaan. “Hai, moushiwake gozaimasen deshita! Korekara wa ki wo tsukemasu!” *** jawabku, mengangguk lega karena mereka percaya, sambil tersenyum salah tingkah aku tulus meminta maaf karena membuat mereka repot sepagi itu, dan pamit undur diri dari kegaduhan ini. Andai saja mereka tahu alasan sebenarnya… >_<"
Aku segera kembali ke asrama dan mencari celana trainingku. Benar saja, teikiken yang bikin heboh itu menyembul begitu kurogoh kantongnya. Lututku lemas, antara lega, tapi malu luar biasa. Duhh aaaaaaaaLLL~ sumpah ya ini kejadian paling KONYOL yang pernah ada. Ketahuan deh teledornya, ahonya, bakanya~ wkwkwk Hiks. Maapkeun dakuh Pak Polisiih ! Sebenarnya malu banget mau cerita kejadian ini, tapi buat pelajaran bersama yaa, jangan keburu panikan jika ada sebagian darimu yang hilaang… Ingat selalu kata-kata bertuah Ibu yang bilang; “Makanya kalo cari apa-apa pake mata, jangan pake mulut !”
Duhh, ampun !

*kouban : pos polisi
** Syukurlah... Syukurlah kalau begitu... Jadi laporan kehilangan ini saya hapus ya !
*** Ya Pak, saya minta maaf. Lain kali akan lebih hati-hati !

5. TerNakal : Ayo Pulang, kamu belum sholat Isya!



Di awal-awal kedatangan ke Jepang, kami mahasiswa nikkensei penerima beasiswa Monbusho dari berbagai negara sering kumpul-kumpul “pesta” untuk merayakan berbagai hal, misalnya perayaan seminggu setelah kedatangan, perayaan hari turunnya uang beasiswa, dsb. Dan memang, hari turunnya uang beasiswa pertama adalah hal yang paling kami tunggu karena setelah sebulan mengencangkan ikat pinggang akibat biaya hidup di bulan pertama yang harus ditanggung sendiri seadanya, akhirnya diganti juga oleh Monbusho. Maka hari itu, ketika kami mengecek rekening dan pundi-pundi kami terisi, malamnya teman-teman internasional sepakat untuk berkumpul di kamar cowok-cowok di lantai satu asrama kami untuk ber”pesta”.
Setelah mandi dan sholat Maghrib dulu di kamar, aku baru ikut bergabung. Aku kaget rupanya “pesta” kali ini agak berbeda. Ternyata teman-teman bukan hanya membeli banyak cemilan, tapi juga bir. Bahkan ada yang niat banget sampai membawa wine khusus dari negaranya. Pasti harganya selangit, batinku. Mungkin memang minum alkohol merupakan hal yang biasa bagi mereka saat berkumpul merayakan sesuatu bersama teman-teman. Aku yang muslim sendiri, dan beberapa teman dari Asia Tenggara lain yang “belum berani” minum, memilih menenggak Ocha dan jus jeruk saja.
Pesta itu berjalan seru dan menyenangkan. Kita mengobrol bersama, bercanda, foto-foto, main kartu, sampai lupa waktu. Entah ide dari siapa awalnya, jadi dalam permainan kartu disepakati yang kalah harus menenggak segelas Wine. Dengan ini, teman-temanku yang tadinya masih enggan minum akhirnya terpaksa harus minum. Aku tentu keberatan, “Aku tak bisa minum”, kataku. Tapi mereka tetap mengajakku main meski sudah kuingatkan, kalah pun aku tetap tidak mau minum. Hania, salah satu kawanku dari Polandia berkata padaku, “Kalau kamu kalah, aku yang menggantikanmu minum”. Maka sepanjang permainan aku berdoa semoga aku tidak pernah kalah. Sekuat apapun kelihatannya Hania pada alkohol, aku tidak ingin menjadi alasan baginya untuk minum lebih banyak.
Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam ketika akhirnya sisi hatiku protes minta pulang, “Kamu belum sholat Isya, aL” bisikku mengingatkan diri sendiri. Namun karena saat itu permainan kartu masih setengah jalan, pulang sekarang akan dianggap curang. Teman-teman yang sering kalah sudah mulai teler dan bertingkah aneh. Setelah ini aku akan pamit pulang, aku meyakinkan diri. Namun belum sampai permainan kartu kami berakhir, salah satu teman yang mabuk di depanku menyenggol botol wine di tengah kami, membuat isinya yang masih sepertiga tumpah berceceran ke arahku, bahkan mengenai rok yang kupakai. Seketika bau alkohol merebak kemana-mana. Teman-teman lain yang kaget mengerang kesal penuh sesal, sementara aku sendiri terhenyak. “Astaghfirullaah~ ini PASTI teguran dari Allaah” perasaan kalut langsung menyelimutiku kala itu. Maka saat itu juga aku segera bangkit dan pamit kembali ke kamar. Malam itu aku harus mandi lagi karena sebal dengan bau alkohol yang seperti menempel meski aku sudah ganti bawahan. Selesai mandi, sholat dan berdoa meminta maaf pada Tuhan aku pun tidur. Elena teman satu kamarku masih di bawah, terdengar suara berisik mereka melanjutkan pesta entah sampai jam berapa.
Esoknya, aku dengar katanya tak lama setelah aku pulang, pesta malam tadi harus bubar karena Wakou Sensei, salah satu dosen kami yang juga tinggal di lingkungan asrama kami datang dan memarahi mereka semua karena gaduh. Aku bergidik ngeri membayangkan wajah Wakou Sensei yang terkenal cukup kibishii memarahi teman-teman semua. Dalam hati aku juga bersyukur, Allaah rupanya masih menyelamatkanku dari “penggerebekan” itu dengan insiden tumpahnya wine mahal ke bajuku. Alhamdulillaah~ makanya lain kali jangan nakal lagi, ya aL~ Deuh !

*nikkensei : Nihongo-Nihon bunka Kenkyuu Ryuugakusei. Sebutan untuk mahasiswa asing penerima beasiswa program Japanese Studies dari MEXT
*kibishii : Disiplin, Galak

Selasa, 10 Januari 2017

4. TerBaper : Jomblo Shouldn’t be Here!


              Baper adalah saat kamu berjalan sendirian di malam hari, di tengah kota ketika bulan-bulan peralihan antara musim gugur ke musim dingin. Di Jepang, pada saat-saat seperti itu pohon-pohon yang daunnya meranggas tinggal batang, ketika malam berhias lampu-lampu indah. Bukan hanya itu, hampir di seluruh tempat nuansanya seketika menjadi begitu romantis. Kita menyebutnya Irumineesyon, atau Cahaya Lampu Iluminasi.
Jepang adalah negara yang tak tanggung-tanggung membuat spot-spot cantik, tempat kencan yang super kece buat para young couples menghabiskan waktu jalan-jalan murah meriah. Di suatu malam yang dingin, aku pergi ke Namba Park, sebuah tempat yang disulap menjadi Ilumination Spot terkenal di kalangan anak muda Osaka. Seperti yang diduga, isinya orang pacaran semua! Bergandengan tangan berdua, foto-foto bersama dengan latar belakang kerlip cahaya lampu hias di tiap sudutnya, SEMPURNA. Satu saja sih yang kurang, mungkin sebaiknya ada plang peringatan bertuliskan : “Jomblo Shouldn’t be Here!” Hahaha sadis sih.
Jomblo mah baper maksimal deh pokoknya. Cuma bisa melipir dan berdoa, “Ya Allaah, please suatu saat izinkan aku datang lagi berdua nanti sama suami~ hiks.” Dan doa itu, semoga disahut malaikat di kanan-kiri dengan satu kata, “Aamiin!” (Eaaaa.. Baper lagiii~ SKIP! langsung liat foto-foto kece Iluminasi Namba Park aja yuks! ^_^;;)



3. TerSedih : Dia Kenapa Sih?



Dengan segala kepraktisannya, aku betah tinggal di Jepang. Namun adakalanya hati merasa sepi, homesick menyerang hingga merasa ingin pulang. Salah satu penyebab homesick dan ingin pulang adalah ketika seorang teman “memusuhiku” tanpa alasan pasti. Aku pernah bercerita soal ini dalam postingan lain, dan memang saat itu rasanya adalah waktu terberat yang harus kulalui. Aku merasa sendirian, karena saat itu, salah satu teman dari Thailand tiba-tiba menjauhiku.Aku pernah menuliskannya dalam posting lain berjudul "CaPer : Catatan Perasaan 1 ".
“Yaudah sih, cuma satu orang aja kok segitu sedihnya?” Aku memang penganut paham 1000 teman masih kurang, 1 musuh terlalu banyak. Yang lebih membuatku sedih adalah ketidaktahuanku akan kesalahan apa yang membuatnya jadi menjauhiku, sementara aku juga tak mampu bicara padanya baik-baik soal itu. Maka tiap hari adalah tanda tanya besar, serta harus ekstra sabar “tidak dianggap ada”.
Pada moment ulang tahunnya, setelah sekitar 3 bulan dia mengabaikanku, kami akhirnya berbaikan dan sikapnya kembali hangat padaku. Bahkan sampai sekarang pun kadang kita masih bertukar kabar lewat media sosial. Meski sampai detik ini aku masih belum tahu penyebab sikap “dingin”-nya padaku dulu, tapi aku tidak pernah mau menanyakannya lagi. Tidak enak hati. Lagipula, tidak semua tanya harus terjawab, kan? Aku belajar banyak dari hal itu. Utamanya, belajar untuk lebih berhati-hati agar sikap maupun perkataanku tidak menyinggung seseorang tanpa sadar.  

2. TerPerih : Aduh, Kulitku!



            Masih soal makhluk tropis yang harus bertahan hidup di musim dingin. Untuk kita yang terbiasa dengan suhu hangat atau bahkan cenderung panas di Jakarta, suhu musim dingin di Jepang meski tidak sedang turun salju itu amat menyiksa. Bahkan mungkin bagiku saat itu suhu di lemari pendingin lebih hangat dari udara di luar. Harus banyak makan karena perut gampang lapar, harus pakai baju sampai enam lapis (Ini lebay, tapi beneran! Sampe "membulat" saking tebalnya itu baju >_<), harus diomelin teman satu asrama karena uang iuran listrik membengkak tiga kali lipat harga sewa kamar, adalah duka lara (duileh) yang dirasa selama musim dingin. Tapi diantara semua itu, yang paling bikin merana adalah kondisi tubuh yang tak bisa bohong, tak kuat menahan dingin yang menusuk. Kulit tangan dan kakiku penuh luka seperti sayatan silet, kering dan pecah-pecah terpapar hawa dingin.
Foto sebelum terlalu parah sehingga tak lulus sensor *ehh
            Body lotion yang kubawa dari Jakarta sama sekali tak menolong. (Yakali body lotion untuk daerah tropis, mana cocok dipake buat winter sih yah -__-''). Alhasil kulitku tetap kering pecah-pecah seperti tanah tandus di musim kemarau. Gejala itu disebut Akagire. Perih sekali. Aku harus meringis menahan sakit tiap kali menggerakkan tangan. Seharusnya kalau kulit tangan sedang akagire, dianjurkan untuk menghindari berinteraksi terlalu sering dengan air. Tapi apa boleh buat, aku harus setrong menahan perih apalagi saat kulit terkena air ketika wudhu atau mandi. Akhirnya setelah makin parah, teman menyaraniku pergi ke dokter kulit. Galau karena takut pergi ke dermatologis, aku akhirnya curhat pada tetangga. Ibu ramah itu menyarankanku pergi ke Kirindo, supermarket sebrang asrama yang juga menjual obat-obatan. Ternyata pada hari-hari tertentu di supermarket itu ada seorang kakek tua ahli farmasi yang berjaga di konter obat-obatan. Aku disarankan untuk bertanya pada sang Kakek soal masalah di kulitku.
            Ternyata solusinya mudah sekali! Sasuga, Jepang! Aku tak perlu pergi ke dokter kulit dan membayar mahal. Cukup konsultasi gratis, sang Kakek melihat kondisi akagire di kulit tanganku, mencarikan lotion sekaligus obat yang tepat, dan beberapa minggu setelahnya, kulit tropisku akhirnya sembuh. Alhamdulillaah~ Terimakasih Ibu tetangga dan Kakek farmasi di Kirindo !

Senin, 26 Desember 2016

1. TerBahagia : My Hatsuyuki

            22 tahun lebih hidup di negara tropis, sepanjang tahun berganti hanya musim hujan dan kemarau, menjadikan aku sangat ingin sekali merasakan seperti apa rasanya musim dingin, musim semi, musim gugur, dan musim panas. Ingin sekali melihat dan merasakan salju. Selama ini kalau lihat di film atau pun foto, sepertinya indah sekali. Maka ketika musim dingin menyapa, meski tubuh makhluk tropis ini harus berjuang melawan suhu dingin yang menusuk tulang, turunnya salju dengan lebat adalah hal paling ditunggu-tunggu tiap harinya.
            Pagi itu, 20 Desember 2013, cuaca mendung. Pukul 10 pagi aku berangkat menuju kampus bersama dua orang kawan, Yulia dari Rusia dan Hania dari Polandia. Baru beberapa langkah keluar asrama, gerimis turun. Aku yang telah siap dengan payung di tangan terkesiap karena gerimis pagi itu agak lain dari biasanya. Air yang jatuh seperti butiran es batu yang diserut. Aku lantas berteriak kegirangan, ku pikir itu salju.
           Dua temanku tertawa melihat tingkah norakku. Salju tidak seperti itu, kata mereka. Meskipun agak malu, aku tetap tak bisa mengendalikan rasa excited yang membuncah. Hari itu, aku sangat yakin hatsuyuki atau salju pertama dalam hidupku akan turun.
           Benar saja, saat kami berada di kereta, di luar jendela, di antara pemandangan yang berlari aku melihat butiran-butiran putih ringan seperti kapas turun dari langit! Banyak sekali. Terbang bersama angin. Aku tak sabar untuk segera turun dari kereta saat itu. Aku merasakan salju pertamaku, turun dengan lebatnya ketika aku sampai di depan kampus. “Ini beneran salju kan?!” tanyaku berkali-kali pada Hania, memastikan bahwa aku tak salah lagi. Alhamdulillaah. Entah bagaimana, suhu minus saat itu terasa hangat. Hatiku buncah oleh rasa bahagia dan syukur yang tiada habisnya. Maha Besar Allah, pencipta salju yang begitu indahnya!

Selfie bersama Hania

Salju pertama di depan Gd. A kampus OKU

11 Ter-nya Mahasiswa Rantau

Assalamu'alaikuum~

Halo.. Anyone miss me?? wkwkwk
Chooo Ohisashiburiiiiii !!! *
Ini blog mati suri setelah lebih dari dua tahun, dan kini setelah penulisnya bangkit dari lembah kegalauan #halah ingin kembali berbagi cerita tentang kehidupan mahasiswa rantau di negeri sakura.

"Lhoo kok nyeritain masa lalu teruus? Move on dong aL~!"

Mungkin beberapa dari kalian banyak yang berkomentar demikian. Tapi karena blog ini dibuat awalnya untuk berbagi kisah dan petualangan merantau di Jepang, jadi ya... untuk sementara mungkin aku masih akan istiqomah di tema-tema tersebut.
 
Sebenarnya beberapa tulisan yang akan di post setelah ini adalah tulisan-tulisan lama yang belum sempat dipublish. Kalaupun ada tulisan baru, adalah hasil pengembangan ide yang telah lama mengerak dalam benak sampai akhirnya berhasil dituangkan dalam bentuk tulisan setelah aku berkontemplasi panjang dan melakukan ritual-ritual pemanggilan arwah *ehh kenangan yang lama terkubur.

Yuk ah, sebagai tulisan pertama setelah sekian lama maka kita mulai saja .



Pengalaman merantau satu tahun ryuugaku** di Osaka menghasilkan banyak kisah istimewa untuk diceritakan. Berikut adalah beberapa hal yang unik, yang bisa dikenang, bahkan setelah dua tahun lebih aku pulang.

11 Ter-nya Mahasiswa Rantau

  1. TerBahagia : My Hatsuyuki
  2. TerPerih      : Aduh, Kulitku!
  3. TerSedih     : Dia Kenapa Sih? 
  4. TerBaper    : Jomblo Shouldn’t be Here!
  5. TerNakal    : Ayo Pulang, kamu belum sholat Isya!
  6. TerKonyol  : “Tiket Saya Hilang, Pak Polisi !”
  7. TerHorror   : Astaghfirullaah
  8. TerSebal     : “Mati Dulu Baru Bisa Minum Sake!”
  9. TerIyuuhh   : Awas Ulat Bulu!
  10. TerNekad    : Mendaki Gn.Fuji
  11. TerDampar  : Semalam di MangaKisha




Chooo Ohisashiburiiiiii : Long time no seeee !!
** ryuugaku : sekolah di luar negeri


- aL -
27 Dec 2016, Jakarta